Keunikan Suku Sasak Desa Sade Lombok Tengah _Pesona Lombok
Lombok selain punya banyak pantai cantik, juga punya warisan
budaya yang menarik. Mari berkenalan dengan Suku Sasak di Desa Sade dengan
lebih dekat.
Lombok menawarkan keindahan yang sangat berkesan dan tidak terbantahkan. Lombok memiliki panorama alam seperti pantai dan gunung yang sangat indah. Baru-baru ini juga Lombok dinobatkan sebagai tujuan wisata halal terbaik di dunia.
Bagi para traveller yang sedang berlibur ke Lombok, jangan sampai terlewat untuk mengunjungi perkampungan suku asli Lombok, yaitu Suku Sasak di Desa Sade. Desa Sade berjarak 30 Km dari Kota Mataram dan tempatnya sangat mudah ditemukan karena tepat berada di pinggir jalan raya Praya – Kuta.
Lombok menawarkan keindahan yang sangat berkesan dan tidak terbantahkan. Lombok memiliki panorama alam seperti pantai dan gunung yang sangat indah. Baru-baru ini juga Lombok dinobatkan sebagai tujuan wisata halal terbaik di dunia.
Baca Juga : Desa Kreatif Lombok Timur
Bagi para traveller yang sedang berlibur ke Lombok, jangan sampai terlewat untuk mengunjungi perkampungan suku asli Lombok, yaitu Suku Sasak di Desa Sade. Desa Sade berjarak 30 Km dari Kota Mataram dan tempatnya sangat mudah ditemukan karena tepat berada di pinggir jalan raya Praya – Kuta.
Perkampungan di Desa Sade sendiri masih sangat tradisional
dan hanya dihuni oleh 150 kepala keluarga saja, karena untuk menjaga kelestarian
di perkampungan ini, dan sisanya tinggal di luar perkampungan ini. Suku sasak
saat ini adalah merupakan keturunan generasi ke enam belas dari leluhur mereka
terdahulu.
Rumah di Desa Sade berbentuk persegi, tidak berjendela, dan
hanya memiliki satu pintu. Atap rumah di sini masih menggunakan jerami yang
sudah dikeringkan dan biasanya jerami tesebut bertahan selama 5 bulan, kemudian
setelah lima bulan, penduduk akan menggantinya dengan jerami yang baru.
Dulunya ketika membangun rumah, masyarakat Suku Sasak menggunakan kotoran kerbau untuk melekatkan batu. Bahkan sampai sekarang pun, mereka masih menggunakan kotoran sapi atau kerbau untuk mengepel rumah mereka. Memang terdengar aneh ketika pertama kali mendengarnya, namun saat saya masuk ke dalam rumah, tidak tercium bau kotoran apapun.
Ruangan di rumah tradisional suku sasak terdiri dari dua sampai tiga ruangan. Pada bagian paling atas, ruangan ini diperuntukan untuk seorang gadis saja dan di sebelahnya terdapat dapur. Dapur di sini masih menggunakan tungku dan kayu bakar untuk memasak. Di ruangan yang kedua biasanya ditempati oleh orang tua dan anak laki-laki.
Mata pencaharian masyarakat Suku Sasak adalah bertani dan penenun kain. Pada umumnya kaum laki-laki hampir semua adalah para petani dan kaum perempuannya bekerja di rumah sebagai penenun kain dan menjual kain tersebut kepada wisatawan. Saat menenun, mereka masih menggunakan alat tenun yang tradisional yang berupa Berire.
Berire merupakan sebuah alat yang berfungsi untuk menenun yang berupa batang panjang berbentuk piph dan agak lancip diujungnya. Ujung berire tersebut dikondisikan agar memudahkan penenun untuk memasukan dan mengeluarkan alat tersebut ke dalam pakan benang yang sedang ditenun.
Alat ini berfungsi memberikan celah saat penenun memasukan pengiring yang berisi benang. Bahkan pembuatannya pun masih sangat tradisional dan dibutuhkan waktu 1-2 bulan untuk dapat menenun sebuah kain ikat yang cantik.
Siapa yang tidak mengenal kain ikat khas Lombok, baru-baru ini salah seorang designer dari Indonesia, Dian Pelangi memamerkan hasil karyanya kain ikat khas Lombok di New York, Amerika beberapa waktu silam.
Mengunjungi perkampungan Suku Sasak di Desa Sade memberikan pengalaman yang berharga untuk kita agar mencintai dan melestarikan kebudayaan ini. Peran pemerintah dan pihak swasta sangat dibutuhkan untuk dapat mempromosikan perkampungan ini agar terkenal di mancanegara.
Baca Juga : Surga Di Sudut Timur Lombok
Jangan Lupa Di Share
Baca Juga : Sentra Penghasil Kain Tenun Berkualitas Lombok Tengah
Dulunya ketika membangun rumah, masyarakat Suku Sasak menggunakan kotoran kerbau untuk melekatkan batu. Bahkan sampai sekarang pun, mereka masih menggunakan kotoran sapi atau kerbau untuk mengepel rumah mereka. Memang terdengar aneh ketika pertama kali mendengarnya, namun saat saya masuk ke dalam rumah, tidak tercium bau kotoran apapun.
Ruangan di rumah tradisional suku sasak terdiri dari dua sampai tiga ruangan. Pada bagian paling atas, ruangan ini diperuntukan untuk seorang gadis saja dan di sebelahnya terdapat dapur. Dapur di sini masih menggunakan tungku dan kayu bakar untuk memasak. Di ruangan yang kedua biasanya ditempati oleh orang tua dan anak laki-laki.
Mata pencaharian masyarakat Suku Sasak adalah bertani dan penenun kain. Pada umumnya kaum laki-laki hampir semua adalah para petani dan kaum perempuannya bekerja di rumah sebagai penenun kain dan menjual kain tersebut kepada wisatawan. Saat menenun, mereka masih menggunakan alat tenun yang tradisional yang berupa Berire.
Berire merupakan sebuah alat yang berfungsi untuk menenun yang berupa batang panjang berbentuk piph dan agak lancip diujungnya. Ujung berire tersebut dikondisikan agar memudahkan penenun untuk memasukan dan mengeluarkan alat tersebut ke dalam pakan benang yang sedang ditenun.
Alat ini berfungsi memberikan celah saat penenun memasukan pengiring yang berisi benang. Bahkan pembuatannya pun masih sangat tradisional dan dibutuhkan waktu 1-2 bulan untuk dapat menenun sebuah kain ikat yang cantik.
Siapa yang tidak mengenal kain ikat khas Lombok, baru-baru ini salah seorang designer dari Indonesia, Dian Pelangi memamerkan hasil karyanya kain ikat khas Lombok di New York, Amerika beberapa waktu silam.
Mengunjungi perkampungan Suku Sasak di Desa Sade memberikan pengalaman yang berharga untuk kita agar mencintai dan melestarikan kebudayaan ini. Peran pemerintah dan pihak swasta sangat dibutuhkan untuk dapat mempromosikan perkampungan ini agar terkenal di mancanegara.
Baca Juga : Surga Di Sudut Timur Lombok
Jangan Lupa Di Share
Post a Comment